JAKARTA, Lesaindo.net - Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, pihaknya juga menemukan anggaran pengadaan helikopter, rumah dinas, hingga mobil bermerek Toyota Alphard untuk para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hal ini dikatakannya menanggapi laporan Koalisi Masyarakat Sipil ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penggunaan jet pribadi oleh KPU dengan alasan monitoring saat Pemilu 2024.
Doli bilang, DPR periode sebelumnya sudah menyoroti hal ini.
"Saya enggak tahu apakah masuk atau tidak, mereka juga pernah menggunakan helikopter itu. Gitu. Nah, saya nggak tahu apakah ini satu perusahaan, atau helikopter itu menjadi bagian dari private jet, ini yang kita sudah tahu," kata Doli saat dihubungi, Jumat (9/5/2025).
Doli menuturkan, dirinya yang kala itu merupakan Ketua Komisi II sudah menyampaikan masalah ini kepada KPU.
Doli juga bertanya-tanya mengapa komisioner diberikan apartemen, padahal sudah memiliki rumah dinas.
"Para komisioner itu, itu kan mereka ada dua, rumah dinas punya, apartemen punya, dikasih. Nah, kenapa harus dua-dua gitu loh? Kenapa enggak satu saja? Iya kan?" ucap dia.
"Nah, kalau dipergunakan satu-satunya, ini tak guna, dipergunakan untuk siapa? Iya kan? Gitu lho," imbuhnya.
Begitu pula untuk mobil. Komisioner memiliki lebih dari satu mobil.
"Mobil mereka kan satu komisi itu bisa jadi tiga, ada tiga. Bahkan waktu itu terakhir mereka beli mobil Alphard, kan gitu. Dan waktu itu kita mendengar, mereka mau beli lagi mobil yang keempat. Nah, makanya waktu itu kita ingatkan. Cuma kalau enggak salah mobil itu nggak jadi," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Koalisi Antikorupsi yang terdiri dari Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi terkait pengadaan jet pribadi atau private jet di KPU RI ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (7/5/2025).
Laporan itu berdasarkan tiga hal: pertama, terkait aspek pengadaan barang/jasa; kedua, terkait penggunaan yang diduga tidak sesuai peruntukan; dan terakhir, terkait dugaan pelanggaran regulasi perjalanan dinas pejabat negara.
Peneliti TII Agus Sarwono mengatakan, alasan pelaporan tersebut adalah adanya indikasi mark-up atau penggelembungan dana dalam sewa jet pribadi tersebut.