Lampung Selatan —
Aroma penyimpangan anggaran kembali menyeruak dari Desa Kali Sari, Kecamatan Natar. Berdasarkan penelusuran dan keterangan sejumlah sumber internal yang kredibel, bukan hanya dana BUMDes yang disebut dikuasai sepihak oleh kepala desa, namun juga program ketahanan pangan tahun anggaran 2024 sebesar Rp120 juta diduga kuat raib tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Sumber internal menyebutkan bahwa dana-dana strategis tersebut sepenuhnya dikendalikan kepala desa, tanpa mekanisme transparansi, tanpa laporan publik, dan tanpa bukti kegiatan yang terverifikasi.
“BUMDes dikendalikan langsung oleh Kades. Tidak ada transparansi. Bahkan kegiatan BUMDes itu fiktif — tidak ada kegiatan nyata di lapangan,” ujar salah seorang sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Dana Ketahanan Pangan Rp120 Juta: Pengakuan Kades Justru Menambah Kecurigaan
Saat dikonfirmasi mengenai penggunaan dana ketahanan pangan 2024, kepala desa mengakui bahwa nilai anggaran mencapai Rp120 juta.
Namun ketika ditanyakan soal pertanggungjawaban dan laporan kegiatan, jawabannya justru menimbulkan lebih banyak tanda tanya:
“Ya yang cabai itu habis kena Rampah. Pelaporan kita belum diperiksa inspektorat, nanti kita laporkan sesuai yang di lapangan,” katanya.
Padahal menurut catatan lapangan, program ketahanan pangan berupa penanaman cabai tahun 2024 telah gagal total dengan modal besar, tetapi tidak pernah dipublikasikan secara resmi, dan tidak ada laporan rinci terkait penggunaan anggaran yang seharusnya bersumber dari dana desa tersebut.
BUMDes Diduga Fiktif: “Nama Ada, Kegiatan Tidak Ada”
Informasi lain yang diperoleh dari internal desa menyebutkan bahwa kegiatan BUMDes sepanjang 2024–2025 tidak pernah berjalan, alias fiktif.
“BUMDes itu tidak ada kegiatan. Nama ada, tapi kegiatannya tidak ada. Semuanya dikendalikan satu pintu,” tegas sumber tersebut.
Kondisi ini membuka dugaan adanya praktik abuse of power oleh kepala desa, karena BUMDes seharusnya menjadi badan usaha milik desa yang wajib memiliki laporan pertanggungjawaban, laporan keuangan, dan agenda usaha yang nyata.
Minimnya Transparansi dan Sikap Bungkam Kepala Desa Menguatkan Dugaan Penyimpangan
Upaya konfirmasi lebih lanjut terkait laporan pertanggungjawaban justru dijawab dengan pernyataan mengambang, sementara permintaan keterbukaan publik selalu dihindari. Beberapa warga menilai kepala desa terkesan “menguasai seluruh alur keuangan desa” tanpa kontrol internal.
Minimnya transparansi ini berpotensi melanggar:
- UU No. 6/2014 tentang Desa
- PP 11/2021 tentang BUMDes
- Permendagri No. 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
- Permendes PDTT tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa
Di mana semua regulasi tersebut mewajibkan akuntabilitas, transparansi, dan dokumentasi kegiatan desa.
Diduga Ada Kerugian Keuangan Desa dan Potensi Posisi Jabatan Disalahgunakan
Dengan adanya indikasi:
- Dana ketahanan pangan Rp120 juta tak jelas penggunaannya,
- Program pertanian cabai gagal total tanpa laporan,
- Dana BUMDes dikendalikan sepihak,
- Kegiatan BUMDes diduga fiktif,
- Tidak adanya laporan pertanggungjawaban resmi,
Maka potensi kerugian keuangan desa sangat besar, dan dugaan penyimpangan anggaran kian menguat.
Publik Mendesak Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum Segera Turun
Masyarakat dan pihak-pihak internal mendesak agar:
- Inspektorat Lampung Selatan segera melakukan audit investigatif, bukan audit administrasi biasa.
- Kejaksaan Negeri dan Polres Lampung Selatan turun melakukan penyelidikan awal terkait dugaan penyimpangan dana desa.
- BUMDes diaudit total, termasuk aliran dana, kegiatan usaha, dan pihak-pihak yang menikmati anggaran.
Karena jika benar kegiatan BUMDes fiktif dan dana ketahanan pangan Rp120 juta “lenyap tanpa jejak”, maka dugaan pidana korupsi bukan lagi sekadar isu — tetapi temuan awal yang harus segera ditindaklanjuti.
(Hr)

