![]() |
Doc : korban kecelakaan di ruas Soekarno Hatta Lampung pada saat di rumah sakit |
Diketahui, Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Lampung belum lama ini melakukan penambalan pada ruas tersebut. Namun, tambalan aspal kembali rusak dalam waktu singkat. Diduga, kualitas pekerjaan yang rendah serta volume lalu lintas yang tinggi menjadi penyebab cepatnya kerusakan.
Korban Patah Kaki, BPJN Dinilai Lalai
Rendi, warga Gedung Pakuon, Olok Gading, menjadi korban terbaru. Ia mengalami patah kaki setelah terjerembab ke dalam lubang saat hendak berputar balik.
"Iya Bang, saya masuk ke lubang saat putar balik. Kaki saya patah, sempat pingsan di tempat. Untung ada warga yang menolong," ujar Rendi kepada media.
Namun hingga kini, BPJN Lampung melalui PPK 1.4 yang bertanggung jawab atas ruas tersebut belum memberikan respons atau tindakan konkret.
Padahal, Pasal 273 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa:
“Setiap penyelenggara jalan yang tidak segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak sehingga menimbulkan kerugian bagi pengguna jalan dapat dipidana.”
Selain itu, dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 13/PRT/M/2011 tentang Tata Cara Penanganan Jalan, telah diatur bahwa:
"Pemeliharaan jalan harus dilakukan secara berkala dan sesuai standar teknis agar menjamin keselamatan pengguna jalan."
PWRI Soroti Anggaran Ratusan Miliar dan Dugaan Penyimpangan
Ketua PWRI DPD Provinsi Lampung, Darmawan, S.H., M.H., mengecam keras kinerja BPJN Lampung yang dinilainya abai terhadap keselamatan pengguna jalan. Ia mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah.
"Preservasi jalan dan jembatan ruas Terbanggi Besar - Tegineneng - Sukadana serta Tegineneng - SP. Tj. Karang - KM 10 pada tahun anggaran 2024 mengalokasikan Rp34.116.257.000. Ditambah padat karya rutin Rp1.511.773.000 untuk 12 km, dan padat karya holding jalan Rp1.282.879.000 untuk 5,48 km. Tapi nyatanya, tambalan asal jadi, pemeliharaan tidak efektif. Uang rakyat ke mana?” ujar Darmawan.
Ia juga mengingatkan bahwa tanggung jawab jalan secara administratif dan hukum berada di tangan PPK 1.4 BPJN Lampung.
“Sesuai Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, PPK bertanggung jawab memastikan pekerjaan dilaksanakan sesuai spesifikasi teknis dan keselamatan publik,” ujarnya.
Dugaan Korupsi dan Padat Karya yang Tidak Sesuai Tujuan
PWRI juga menyoroti potensi penyimpangan pada program padat karya, yang seharusnya bertujuan membantu ekonomi masyarakat setempat.
“Kami menduga padat karya di ruas ini hanya jadi ajang borongan, bukan pemberdayaan lokal. Selain itu, kegiatan pemeliharaan tidak direalisasikan secara maksimal. Ini harus diaudit,” tegas Darmawan.
Hingga berita ini dirilis, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional Wilayah Lampung belum memberikan tanggapan resmi. PWRI mendesak aparat penegak hukum, termasuk Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR dan Kejaksaan, agar turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek jalan yang berpotensi merugikan keuangan negara dan mengancam nyawa warga.
(Tim)